GK, Bandar Lampung - Gelatan Pekan Raya Lampung (PRL) mendapat kritik tajam dari Koordinator GEPAK Lampung, Wahyudi Hasyim. 

Ia mendesak Pemprov Lampung ke depan tidak lagi menyerahkan kegiatan ini ke Apindo Lampung dan mencari EO pengganti yang lebih kompeten dan bersertifikasi nasional serta punya rekam jejak sukses.

"Tidak ada bagus-bagusnya," katanya, Senin (9/10/2023) malam.

Menurutnya, di mana-mana PRL itu dimaksudkan untuk menampilkan kemajuan daerah, dan memastikan berdampak pada kemajuan ekonomi daerah. 

"Apa dampaknya, coba. Apakah ada peningkatan PAD untuk Provinsi Lampung dan Kota Bandarlampung dan kabupaten/kota lainnya  dari kegiatan ini, kecuali hanya meramaikan panggung depan yang menampilkan gelaran hingar bingar musik. 

"Cuma itu," tegasnya lagi.

Ia menilai Pemprov Lampung tidak punya konsep yang jelas dan terkesan membuat ajang PRL asal-asalan. Mestinya, lanjut dia, Pemprov Lampung  mengajak dan mendengar aspirasi semua pihak, termasuk menerima masukan dari para kelompok UMKM yang menjadi peserta dominan PRL.

"Pemprov dan pihak ketiga yang menjadi pelaksana seharusnya mampu membuat perencanaan  serta melakukan evaluasi dan audit yang transparan setiap akhir kegiatan," tegas Yudi lagi.

Ia membandingkan gelaran PRL pada tahun 2022 yang menurutnya juga gagal menarik banyak pengunjung dan mendatangkan keuntungan yang memadai bagi UMKM yang menyewa tempat dengan tarif mahal.

"Tahun lalu juga begitu. Cuma ramai di waktu malam, siang sepi. Itupun ramai cuma di geraian depan Gedung Sumpah Pemuda karena ada panggung hiburan, sementara lokasi di mana UMKM ditempatkan di biarkan sepi," bebernya. 

"Semalam saya dapat laporan ada satu stan yang terbakar. Kok bisa ya, tidak profesional sekali," sindirnya. 

Yudi menyarankan ke depan pelaksanaan PRL melibatkan semua unsur, seperti sekolah-sekolah yang ia yakin punya atraksi yang pantas ditampilkan. 

"Kan bisa diminta anak-anak sekolah dari berbagai daerah tampil di panggung-panggung lain (tidak hanya fokus di panggung utama) untuk menunjukkan kreasinya. Kasih tuk anak-anak kita yang tampil itu insentif. Itu bisa mendorong anak-anak kita lebih bersemangat mencipta kreasi baru, ketimbang hanya menjadi penonton," katanya.

Terkait tarif, lanjut Yudi, jika Pemprov Lampung tak bisa mengratiskan, sebaiknya tidak  menyamaratakan tarif.  

"Anak-anak sekolah dan mahasiswa sebaiknya digratiskan. Kalau tidak bisa, ya separohlah dari tarif umum," katanya.

"Gini lho, tarifnya saja sudah Rp.10 000 per orang belum lagi parkir mobil Rp10 000. Bisa dibayangkan jika satu mobil berisikan satu keluarga katakanlah lima orang berarti harus merogoh kocek Rp60 000 hanya untuk ongkos masuk. Malah kalau kita buka tiket online, pertanggal 9 Oktober tiket naik menjadi Rp. 15.000 per orang, bahkan ditanggal-tanggal tertentu naik menjadi rp. 20.000 per orang dengan alasan adanya tampilan para artis. Mereka itu para pembayar pajak lho, masak untuk melihat dan merasakan hasil pembangunan daerah serta untuk menikmati hiburan rakyat seperti itu mereka mesti bayar mahal," ujarnya.

" Intinya semoga ini menjadi salah satu bahan evaluasi utk penyelenggaraan even seperti ini di tahun-tahun yang akan datang , sehingga apa yang menjadi goal dari penyelenggaraan even ini dapat tercapai dan disisi lain masyarakat juga dapat berpartisipasi langsung dalam penyelenggaraan dan ikut merasakan dan menikmati hasil pembangunan di daerah ini dan juga dapat menikmati hiburan rakyat yang disajikan dengan biaya yang terjangkau". tutupnya.[Feby]