BANDARLAMPUNG – Wakil Ketua II DPRD Provinsi Lampung, Ismet Roni, mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung agar memperhatikan proporsi belanja pegawai dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2025.
Politisi Partai Golkar itu menegaskan, Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara tegas mengatur bahwa daerah wajib mengalokasikan belanja pegawai—di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP/TKD)—paling tinggi 30 persen dari total belanja APBD.
Menurut Ismet, hasil pembahasan antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menunjukkan postur Perubahan APBD Provinsi Lampung 2025 berpotensi melampaui ambang batas maksimal tersebut.
“Kami mencermati bahwa belanja pegawai pada postur Perubahan APBD 2025 telah melewati ambang batas yang diatur Pasal 146 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2022, yakni lebih dari 30 persen dari total belanja daerah. Oleh karena itu, Pemprov Lampung harus melakukan rasionalisasi dan menghitung kembali belanja pegawai dimaksud,” tegas Ismet, Senin (18/8/2025).
Ia mendorong agar penyesuaian dilakukan secara hati-hati dan selektif, sehingga ruang fiskal daerah tidak terbebani oleh belanja rutin. Dengan demikian, program pembangunan prioritas tetap bisa berjalan optimal dan tepat sasaran.
“Prinsipnya, belanja pegawai tidak boleh membengkak. Pemerintah daerah juga harus tetap mengutamakan belanja publik, seperti layanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial agar manfaat APBD benar-benar dirasakan masyarakat luas,” ujarnya.
Selain itu, Ismet meminta TAPD menyisir kembali pos-pos belanja yang tidak mendesak, termasuk perjalanan dinas, honorarium kegiatan, maupun belanja penunjang lainnya. Langkah ini, menurutnya, penting untuk memastikan struktur APBD 2025 lebih efisien, produktif, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Kami di DPRD mendukung upaya Pemprov dalam membenahi kinerja pengelolaan keuangan daerah sepanjang tetap berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas, serta mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, belanja pegawai merupakan salah satu komponen belanja operasional daerah yang mencakup gaji, tunjangan ASN, serta berbagai pengeluaran terkait upah tenaga kerja dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. Pembatasan maksimal 30 persen sebagaimana diatur UU Nomor 1 Tahun 2022 dimaksudkan agar APBD tidak terkuras untuk kebutuhan birokrasi semata, melainkan memberi ruang lebih besar bagi peningkatan pelayanan publik di daerah.