YOGYAKARTA – Tiga perguruan tinggi Indonesia, yakni Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Lampung (Unila), dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD), bersama Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, berkolaborasi menyusun guideline tata kelola internasionalisasi pendidikan tinggi.
Kegiatan yang merupakan bagian dari proyek Strengthening Governance Framework for Measuring University Internationalization ini didukung oleh Australian Awards Project dan digelar di Ruang Rapat Rektorat lantai lima Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada Jumat (3/10/2025).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut perwakilan Direktorat Belmawa Ditjen Diktiristek, Yulita Priyoningsih; Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia UAD, Dr. Norma Sari, S.H., M.Hum.; Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan, dan Bisnis Unhas, Prof. Dr. Eng. Adi Maulana, S.T., M.Phil.; serta Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan TIK (PKSI) Unila, Prof. Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A., bersama para delegasi masing-masing lembaga.
Prof. Ayi Ahadiat dalam kesempatan itu menegaskan bahwa internasionalisasi perguruan tinggi merupakan agenda strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan memperkuat posisi Indonesia dalam lanskap pendidikan tinggi global.
“Internasionalisasi tidak hanya soal kerja sama luar negeri, tetapi juga bagaimana tata kelola, regulasi, hingga kepemimpinan universitas mampu mendukung integrasi global secara berkelanjutan,” ujarnya.
Menurutnya, dialog dalam penyusunan rekomendasi ini diarahkan pada tiga dimensi utama tata kelola internasionalisasi, yakni komitmen dan kepemimpinan, kapabilitas organisasi, serta kerangka kebijakan yang mendukung. Ketiganya menjadi dasar dalam penyusunan policy brief sebagai acuan kebijakan bagi perguruan tinggi dan pemerintah.
Dalam studi perbandingan dengan beberapa universitas di Australia seperti Universitas Melbourne, ANU, dan RMIT, ditemukan bahwa perguruan tinggi di Indonesia sudah memiliki strategi internasionalisasi dan unit khusus yang menangani hal tersebut. Namun, integrasi lintas fakultas dan konsistensi implementasi regulasi masih perlu diperkuat.
Sementara itu, universitas di Australia menempatkan internasionalisasi sebagai bagian integral dari tata kelola dengan dukungan regulasi, sumber daya manusia, serta infrastruktur yang lebih komprehensif.
Melalui hasil pertemuan ini, disusun sejumlah rekomendasi yang mencakup penguatan tata kelola, peningkatan kapasitas organisasi, dan penyelarasan regulasi dengan standar internasional.
“Rekomendasi ini diharapkan menjadi rujukan bagi pemerintah dan perguruan tinggi dalam memperkuat internasionalisasi, sekaligus menyiapkan Indonesia menuju world class university,” pungkas Prof. Ayi.
Proyek ini menjadi langkah lanjutan kolaboratif antara perguruan tinggi dan pemerintah dalam memperkuat fondasi tata kelola internasional pendidikan tinggi di Indonesia.
