BANDAR LAMPUNG – RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung memberikan klarifikasi terkait penanganan jenazah korban kecelakaan maut di perlintasan kereta api dekat Stasiun Tanjung Karang, Kota Bandar Lampung, Sabtu (23/8/2025) pagi. Korban diketahui bernama Tn. A (60), warga Kelurahan Pasir Gintung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, yang tewas setelah tertabrak kereta api.
Dalam konferensi pers yang digelar, Senin (25/8/2025), Dihadiri dr. Yusmaidi, Sp.B-KBD, Plt. Wadir Keperawatan Pelayanan dan Penunjang Medik dr. Aberta Carolina, Sp.FM, serta Subkoor Substansi P3IP Desy Yuanita, SKM., M.Kes.
Kepala Instalasi Forensik RSUDAM melalui dr. Aberta Carolina, Sp.FM, menjelaskan bahwa sejak jenazah tiba di rumah sakit pukul 08.30 WIB bersama keluarga dan pihak Polresta Bandar Lampung, pihaknya langsung memberikan edukasi kepada keluarga terkait prosedur visum dan penerbitan Surat Keterangan Kematian.
“Pukul 09.00 WIB keluarga menyetujui dilakukan visum. Namun, proses baru bisa dimulai setelah ada surat resmi dari kepolisian sesuai Instruksi Kapolri Nomor 20 Tahun 1975. Tanpa surat itu, visum tidak dapat dilakukan karena jenazah korban kecelakaan masuk kategori barang bukti sebagaimana diatur Pasal 39 ayat (1) KUHP,” terang dr. Aberta.
Keterlambatan pemeriksaan, lanjutnya, bukan karena persoalan biaya, melainkan menunggu dokumen resmi dari kepolisian. Setelah surat diterima, tim forensik memulai proses visum dan rekonstruksi jenazah pada pukul 12.06 WIB hingga 14.00 WIB.
“Karena kondisi tubuh korban terpisah akibat kecelakaan, maka dilakukan rekonstruksi berat sehingga proses memakan waktu lebih lama dibandingkan visum biasa,” jelasnya.
Usai pemeriksaan, jenazah dikafani pada pukul 14.40 WIB dan diserahkan kepada keluarga untuk dibawa pulang menggunakan ambulans rumah sakit.
Terkait pembiayaan, pihak RSUDAM menyebutkan seluruh layanan mengacu pada tarif Pergub Provinsi Lampung dengan total biaya Rp3.478.379. Biaya tersebut meliputi visum, rekonstruksi berat, hingga perawatan jenazah.
“Perlu dipahami bahwa pelayanan forensik dan kamar jenazah untuk kasus kepolisian tidak ditanggung BPJS. BPJS hanya menanggung pemulasaraan bagi pasien yang meninggal saat dirawat di rumah sakit,” tegas dr. Aberta.
Ia menambahkan, meski keluarga berharap proses bisa dipercepat karena pertimbangan agama, pihak forensik tetap berpegang pada prosedur hukum. “Jenazah korban kecelakaan termasuk kematian tidak wajar, sehingga statusnya barang bukti. Pemeriksaan hanya dapat dilakukan setelah ada permintaan resmi dari polisi,” pungkasnya.