Raja Skala Brak Kepaksian Belunguh: Penegak Hukum Harus Profesional Menangani Kasus Ilegal Logging Di Register 39


Bandar Lampung -
Salah Satu Raja Skala Brak, Paksi Pak Skala Brak Kepaksian Belunguh Yanuar Firmansyah, Gelar Suttan Junjungan Sakti Yang Ke 27 Kembali Menyoroti terkait Perambah Hutan Dan Ilegal Logging yang terjadi di Register 39 Blok V Pekon Gunung Doh Kecamatan BNS, Kabupaten Tanggamus, Selasa (2/11/2021).

Pun Yanuar, Sapaan akrab dari Suttan Junjungan Sakti Yang Ke 27 tersebut mengatakan, Jangan ada Perlakuan hukum yang diskriminatif terhadap pelaku Illegal Logging di Register 39 Kota Agung Utara.

"Aparat kepolisian harus lebih jeli dan profesional dalam menangani permasalahan illegal Logging yang ada di Pekon Banding Kawasan Hutan Register 39 Blok 5 Kem Gunung Doh Kecamatan, Bandar Negeri Semuong yang diduga melibatkan seorang pengusaha besar berinisial AS" ucap Pun Yanuar.

Lebih lanjut Dia mengatakan, Aparat Penegak Hukum harus menjawab dan merespon setiap keluhan masyarakat, agar masyarakat menilai dan merasa bahwa setiap individu sama Dimata Hukum.

"Aparat penegak hukum harus melakukan percepatan dalam menjawab setiap keluhan masyarakat, bukan hanya menjadi slogan saja, namun betul-betul dipedomani dan dilaksanakan oleh penegak hukum, sehingga masyarakat menilai bahwa aparat penegak hukum betul-betul menempatkan setiap individu itu sama didepan hukum," katanya.

Mengapa demikian, karena menurutnya permasalahan illegal logging ini merupakan tindak pidana khusus yang harus mendapatkan perhatian khusus, kecermatan dan kejelian sehingga kasus illegal logging tersebut dapat diungkap dengan sebenar-benarnya dan memenuhi rasa keadilan. 

"Seharusnya Penegak hukum tidak hanya mengejar pengakuan, namun bertindak berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dilapangan.apalagi keterangan dari penggarap itu berbanding terbalik dari apa yang menjadi temuan aparat penegak hukum dilapangan baik itu dari pihak kepolisian maupun dari dinas kehutanan," imbuhnya.

Masih menurut Pun Yanuar, Jadi Penegak hukum seharusnya tidak perlu ragu lagi untuk meningkatkan statusnya ke tingkat penyidikan, dan menetapkan siapa saja tersangkanya.

Hal tersebut diperkuat dengan statemen dari Kepala KPH Kota Agung Utara Didik Purwanto yang menerangkan bahwa, "Kalau tindakannya sudah masuk illegal logging karena menebang pohon di hutan lindung saja sebenarnya sudah pelanggaran, apalagi dibawa keluar hutan lindung," terang Didik.  

Selain daripada itu, Salah Satu Raja Skala Brak tersebut, meminta integritas dari para penegak hukum, jangan ada tebang pilih atau diskriminasi hukum dikarenakan status sosial seseorang, karena semuanya sama didepan hukum.

"Seperti halnya di tahun 2019 yang lalu ada pelaku illegal logging yang melakukan penebangan pohon diregister 39 langsung dilakukan penangkapan oleh aparat kepolisian dan ditahan, jadi timbul pertanyaan mengapa kok untuk kasus illegal logging yang melibatkan sdr. AS polisi terkesan lambat sekali, apakah karena status sosial dari sdr. AS yang merupakan seorang pengusaha besar, Sehingga aparat kepolisian terkesan ragu-ragu dalam bertindak, ayo dong bapak-bapak penegak hukum kita sama-sama menunjukkan kecintaan kita dengan republik ini dengan tidak mempermainkan hukum sesuai dengan pesanan," tuturnya. 

Lebih lanjut Pun Yanuar mengatakan, perambahan hutan secara liar ditanah yang tidak memiliki izin HKM-nya dari Dinas Kehutanan itu juga merupakan tindak pidana, apalagi ini berlangsung selama bertahun-tahun melakukan alih fungsi lahan tanpa izin, berapa banyak kerugian negara yang harus ditanggung, dan kita masih saja tutup mata.

Selain itu menurut Pun Yanuar, 14 tunggul pohon cempaka dan dua batang pohon yang ditebang dengan diameter sekitar 30 cm, ini merupakan pintu masuk dari penanganan kasus illegal logging ini, karena lokasi dari penebangan pohon tersebut ada ditanah garapan sdr. AS, mustahil kalau itu tanpa sepengetahuan sdr. AS, hal tersebut dikuatkan dengan pengakuan aparat pekon, supir sdr. AS dan mobil yang digunakan dalam mengangkut hasil illegal logging tersebut, apapun alasannya tidak dibenarkan melakukan praktek illegal pengrusakan dan penebangan pohon di kawasan hutan lindung.

"Bagaimana mungkin kita akan bersedekah dengan menggunakan uang hasil rampokan, diharapkan para pelaku tidak melakukan kegiatan yang melawan hukum dan melanggar norma dengan mengatas namakan agama, tempat ibadah dan lain sebagainya, setiap perbuatan yang melawan hukum harus ada konsekwensi hukum yang dijalani," imbuhnya.

Seharusnya aparat penegak hukum berterima kasih dan merespon cepat dan segera bertindak serta mengambil langkah-langkah, karena informasi masalah illegal logging ini bukan merupakan laporan dari aparat penegak hukum, tapi melainkan informasi dari masyarakat yang memang sudah jenuh dengan bencana yang ditimbulkan dari kerusakan ekosistem alam yang merupakan habitat dari flora dan fauna, tambahnya.

Lebih jauh Pun Yanuar menuturkan, polisi harus melihat kasus tersebut dari perbuatannya dan kerugian yang ditimbulkan, bukan karena alasan pembenaran yang disampaikan oleh para pelaku.

”Jangan sampai besok-besok kayu di hutan lindung kita habis, karena alasan buat wc umum, buat jembatan, buat sekolah, buat masjid, buat gereja dan lain-lain, dan jangan sampai ini menjadi yurisprudensi bagi masyarakat bahwa dengan alasan-alasan tertentu illegal logging itu bisa dibenarkan dan tidak memiliki konsekwensi hukumnya," tegas Pun Yanuar.

Diakhir wawancara awak media dengan Tokoh Adat tersebut, Pun Yanuar mencontohkan, konflik antara manusia dan belasan gajah di suoh itu dikarenakan karena rusaknya kawasan hutan diregister 39, apakah penegak hukum masih tetap mau menutup mata.

"Aparat Penegak Hukum kapan dong melakukan pengamanan TKP dan memasang garis polisi, serta mengamankan barang bukti baik kendaraan maupun kayu hasil illegal logging tersebut" tutupnya. [Sur]

Posting Komentar

0 Komentar